Selasa, 01 Januari 2019

Natal Salu Baruppu Kota Tarakan

Natal KKSB 2018 (Kerukunan Keluarga Salu Baruppu') bagian Kota Tarakan, Kalimantan Utara, berlangsung meriah.
Acara tersebut diadakan pada hari Minggu, 30 Desember 2018, bertempat di gedung GKP (Gereja Kerapatan Pentakosta) Sabindo, Juata Laut.

Dipilihnya tempat gedung GKP karena sektor Juata Laut adalah "tuan rumah" pelaksanaan kegiatan tahunan ini.
Acara tersebut berlangsung meriah dengan kehadiran anggota KKSB, dari 3 sektor, sektor Kampung Baru (meliputi bagian kota), sektor Lapangan (meliputi bagian persemaian, cahaya baru, & lapangan), dan sektor Juata Laut (meliputi bagian juata harapan hingga juata laut ujung). Dihadiri juga oleh masyarakat lingkungan Sabindo, para pendeta, Bpk Titus Boro (Ketua Ikat Sektor Juata Laut), Bpk Markus Kusa (Ketua KKSB kota Tarakan), dan beberapa orang Caleg.


Rangkaian acara dimulai dengan Ibadah yang dipimpin oleh Nolfida Marten, kemudian masuk pada acara Perayaan yang dipimpin oleh Ronald Ta'dung, acara berlangsung dengan meriah.
Ketua Panitia Natal KKSB 2018 Bpk Marten Le'ka, menyampaikan laporan dan sambutannya dengan bersyukur dan berterima kasih kepada setiap anggota keluarga yang telah membantu menyukseskan acara tersebut.

Demikian juga pada sambutan ketua KKSB, Bpk Markus Kusa, beliau menyampaikan sambutannya dengan bersyukur bahwa acara tersebut berlangsung dengan baik, berterima kasih juga buat para keluarga, para undangan yang bisa menghadiri acara tersebut. Selain itu disampaikan juga prihal beberapa aturan dalam KKSB kota Tarakan, yaitu setiap anggota KKSB wajib untuk membayar iuran sebesar Rp 50.000,- pertahun. Jika anggota KKSB tidak menyetor iuran tahunan selama 3 tahun berturut-turut, maka daftar keanggotaannya akan dihapus dalam daftar KKSB. begitu juga dalam "les kedukaan", dimulai pada 2019 les kedukaan menjadi sebesar Rp 15.000,-.


Selain sambutan Ketua Panitia & Ketua KKSB, Bpk Tirus Boro (Ketua Ikat sektor Juata Laut), juga menyampaikan sambutannya, dengan bersyukur acara tersebut berlangsung dengan baik. Selain itu beliau juga menyampaikan bahwa KKSB harus selalu menjaga persatuan dan kesatuan, khususnya antara KKSB dengan ISKEB (Ikatan Sosial Keluarga Baruppu'), beliau menyampaikan bahwa KKSB ini sebenarnya berada dibawah pilar ISKEB, untuk itulah KKSB maupun ISKEB harus saling bekerja sama dalam setiap situasi, agar bisa berjalan dengan baik khusus untuk orang-orang Baruppu' pada keseluruhannya.


Pada acara Natal KKSB 2018 ini mengambil tema nasional yaitu "Yesus Kristus Hikmat Bagi Kita" (1 Kor 1:30a), pelayanan firman disampaikan oleh Pdt. Yakobus Tandilinggi STh.

Konsep acara juga terkesan begitu apik karena konsep acara mengambil tema tradisional Toraja, mulai dari kostum para pelayan yang menggunakan pakaian adat Toraja, begitu juga dekorasi acara yang bernuansa aksesoris Toraja, dan lagu penyalaan lilin "Malam Kudus" diyanyikan dalam bahasa Toraja (Makarorrong Bongi Maidan), dan lagu "Marendeng Marampa' " dinyanyikan dalam pembukaan acara perayaan.
Natal KKSB berlangsung dengan meriah, dan sesuai dengan rapat pembubaran panitia Natal KKSB, tuan rumah Natal KKSB 2019 rencananya akan diadakan di sektor Lapangan.

Natal Salu Baruppu Tawau 2018

Rabu, 01 Agustus 2018

Lolai Toraja Utara (Negeri diatas Awan)

Lolai adalah sebuah tempat wisata alam di provinsi Sulawesi Selatan. Berada di Kecamatan Kapalapitu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, kampung Lolai menjadi salah satu destinasi wisata di Toraja Utara. Berjarak sekitar 20 kilometer dari Ibukota Kabupaten Toraja Utara, Rantepao, Lolai menyajikan pemandangan alam yang luar biasa mempesona. Terletak pada ketinggian 1.300 meter diatas permukaan laut, membuat Lolai sering dijuluki dengan sebutan "negeri diatas awan", karena di Lolai pengunjung bisa melihat awan yang indah dan bisa melihat langsung sunrise matahari terbit di pagi hari.
Sebuah tempat di Sulawesi Selatan yang cocok bagi anda pencinta alam.

Minggu, 15 Juli 2018

Bale Kandillo' (Tuing-Tuing Sulawesi)

Ini adalah salah satu makanan khasnya orang Sulawesi pada umumnya, jadi tidak heran ikan ini mempunyai banyak nama yang berbeda di beberapa daerah di Sulawesi. Dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai ikan terbang, dan memiliki nama latin parexocoetus brachypterus. Orang Sulawesi biasanya menamainya tuing-tuing, dan di Toraja dikenal dengan sebutan bale kandillo'.
Bale kandillo' ini adalah makanan khasnya suku Mandar di Sulawesi Barat, dan tersebar hingga ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Bale kandillo' ini adalah jenis ikan asin, proses pembuatan awal mulanya direndam ke dalam air garam lalu di keringkan lewat "pengasapan".
Bale kandillo' ini sudah cukup populer di Toraja sejak dari jaman penjajah Belanda. Dimana sebelum masyarakat Toraja mengenal mata uang, telah terjadinya sistem tukar dagang antara suku daratan tinggi (Toraja) dengan suku daratan rendah (Bugis) pada jaman dulu. Masyarakat Toraja yang masyoritas petani membawa sayur-sayuran dan buah-buhan, sementara masyarakat Bugis yang masyoritas sebagai nelayan membawa ikan-ikan dan kue-kue tradisional. Mereka saling tukar menukar di daerah-daerah perbatasan, dan yang paling digemari oleh masyarakat Toraja adalah bale kandillo', karena ikan tersebut bisa bertahan lama dan bisa disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Bale kandillo' cukup populer di Toraja, ikan ini di letakkan diatas palandoan (Diatas dapur perapian) agar ikan ini tetap hangat dan kering terkena asap dari dapur perapian. Biasanya masyarakat Toraja membuatnya matang dengan ditunu (dibakar) atau digoreng, lalu siap dimakan dengan nasi panas. Aroma yang harum, dengan rasa yang sudah dibumbui garam, membuat bale kandillo' semakin enak ditengah-tengah iklim cuaca Toraja yang cenderung bersuhu dingin.
Hingga kini bale kandillo' masih tetap dikonsumsi oleh masyarakat Toraja walaupun jaman semakin berkembang dengan pilihan makanan yang beraneka macam, bale kandillo' masih tetap menjadi salah satu makanan yang populer di Toraja.
Tabe'.. Kurre Sumanga'..

Ma'toding (Budaya Toraja Memberikan Uang Kepada Penari)

Di Sulawesi Selatan tepatnya di Toraja ada sebuah tradisi setempat yang unik yaitu tradisi memberikan uang kepada penari yang disebut tradisi "Ma'toding". Tradisi ini mirip dengan budaya saweran/menyawer di Jawa, serupa tapi tidak sama karena tradisi ini berbeda dari daerah lain di Nusantara.
Ma'toding ini biasanya dilakukan oleh kerabat atau keluarga dari si penari seperti dalam acara syukuran rumah adat Tongkonan yang dikenal dengan istilah "Mangrara Banua". Ma'toding ini merupakan tradisi yang sudah diwariskan dari turun-temurun. Ma'toding dalam acara "Mangrara Banua" ini sedikit berbeda dengan ma'toding penari pa'gellu' di acara-acara biasa. Dimana ma'toding dalam acara mangrara banua uang todingannya lebih banyak, sementara ma'toding buat penari pa'gellu' uang dalam jumlah yang seiklasnya yang ma'toding dan uang itu menjadi milik penari pa'gellu'.
Tradisi ma'toding ini murni dari tradisi Toraja dalam ritual Rambu Tuka', salah satunya acara "MANGRARA BANUA TONGKONAN" (Syukuran\Pentahbisan rumah adat Toraja).
Tradisi ini masih tetap dilestarikan sampai saat ini, dan tradisi ini memang benar adanya bukan HOAX seperti yang diragukan oleh orang-orang yang tidak mengenal jelas adat & budaya Toraja. Tujuan dari ma'toding ini adalah bentuk"APRESIASI" keluarga maupun warga desa untuk ikut membantu keluarga yang mengadakan acara tersebut. Biasanya keluarga akan ma'toding dalam jumlah ratusan hingga jutaan rupiah kepada para penari (anak2, Ibu2, maupun nenek2) keluarga dari yang mengadakan acara tersebut. Biasanya juga mereka ma'toding dengan melihat penarinya. Penari yang paling dekat dalam hubungan keluarga mereka, itulah yang mereka toding.

Hasil dari uang todingan tersebut akan diambil kembali oleh keluarga penari namun ada juga yang diberikan, lalu digunakan untuk membantu keluarga yang mengadakan acara syukuran tersebut, guna meringankan biaya acara selama ritual diadakan. Uang tersebut bisa digunakan untuk membayar harga hewan yang dikorbankan seperti puluhan hingga ratusanekor babi, belum lagi seperti Ayam, gula, kopi, dekorasi, dan lain-lainnya.
Tradisi ma'toding besar-besaran seperti ini memang sangat jarang ditemui, walaupun sampai saat ini kegiatan seperti ini masih ada. Dikarenakan jaman sudah modern, kebanyakan dari orang Toraja melaksanakan syukuran dengan kesederhanaan. Walapun tradisi ini terlihat berlebihan, namun beginilah budaya unik dari suku Toraja. Tradisi ma'toding ini sudah ada sejak masyarakat Toraja mulai mengenal mata uang. Biasanya jenis uang yang digunakan dari uang kertas bukan uang koin.

Ini adalah salah satu kekayaan budaya Toraja yang masih bertahan hingga kini. Terima kasih, Tabe'..

Jumat, 13 Juli 2018

Ma'tinggoro (Tradisi Tata Cara Toraja Menyembeli Kerbau)

Ma'tinggoro tedong dalam bahasa Indonesia berarti "Menyembelih kerbau", kegiatan ini adalah salah satu dari rangkaian adat upacara kematian (Rambu Solo') di Toraja. Namun yang tidak biasanya ketika menyembelih hewan korban, yaitu tata cara orang Toraja berbeda dengan cara dari daerah lain.
Biasanya kerbau di tambatkan pada sebuah batu yang diberi nama " Simbuang Batu", tapi ada juga kerbau yang tidak ditambatkan atau tidak diikat kakinya sama sekali. Kerbau lalu dijinakkan, ketika kerbau sudah dalam keadaan tenang, si penyembelih akan menebas langsung ke leher kerbaunya dengan menggukan La'bo' (Parang/Golok) Toraja yang sangat tajam.
Dalam beberapa kesempatan, terkadang seorang penyembelih berhasil hanya dengan sekali tebas kerbaunya langsung jatuh dan mati, namun ada juga penyembelih yang kurang mulus melakukan cara ini, karena menebas leher kerbaunya lebih dari sekali tebasan.
Hewan kerbau akan disembelih dalam upacara kematian, karena menurut kepercayaan Aluk Todolo (Aturan Leluhur), kerbau adalah sebagai "kenderaan yang akan digunakan oleh arwah almarhum/ah untuk bisa sampai ke Puya (surga).
Jadi ketika anda berkunjung ke Toraja dan melihat langsung upacara adat Rambu Solo', maka anda tidak akan terkejut melihat orang Toraja menyembelih kerbaunya dengan cara seperti ini. Karena anda telah memahami adat dan tradisi Toraja.

PRO & KONTRA
Dilihat dari tata caranya, memang banyak kontroversi dari masyarakat luar Toraja yang menolak cara seperti ini (termasuk komunitas pencinta hewan), namun bagi orang Toraja cara ini adalah cara turun termurun yang tidak bisa dirubah.
Pendapat atau Keyakinan setiap orang memang berbeda-beda, yang jelas semua akan damai jika kita saling menghormati perbedaan tersebut. Setuju maupun tidak setuju dengan cara seperti ini, adat & tradisi Toraja mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
SALAM BUDAYA..
KURRE SUMANGA'
tabe'..

Rabu, 11 Juli 2018

D'B3 Voice Unhas Mendapatkan Mendali Emas Pada Ajang Penabur International Choir Festival 2017

D'B3 Voice Unhas mendapatkan mendali emas untuk kategori Folklore pada ajang Penabur International Festival 2017 yang diadakan di Sekolah Penabur Kelapa Gading, Jakarta, pada tanggal 5 - 9 September 2017.
Dengan memakai pakaian tradisional adat Toraja dan membawakan dua lagu daerah Toraja sekaligus, D'B3 Voice Unhas tampil begitu memukau para juri.
Lagu-lagu daerah Toraja dan budaya Toraja sering sekali ditampilkan dalam lomba baik itu tingkat nasional maupun tingkat internasional. Terbukti seringnya mendapatkan prestasi yang membanggakan bagi Sulawesi Selatan (SulSel).
Melihat prestasi ini seharusnya Toraja lebih sangat berbangga karena memiliki keunikan tersendiri dalam budaya lokalnya, yang begitu sangat mencuri perhatian bagi orang luar.
Kurre Sumanga'..