Lolai adalah sebuah tempat wisata alam di provinsi Sulawesi Selatan. Berada di Kecamatan Kapalapitu, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan, kampung Lolai menjadi salah satu destinasi wisata di Toraja Utara. Berjarak sekitar 20 kilometer dari Ibukota Kabupaten Toraja Utara, Rantepao, Lolai menyajikan pemandangan alam yang luar biasa mempesona. Terletak pada ketinggian 1.300 meter diatas permukaan laut, membuat Lolai sering dijuluki dengan sebutan "negeri diatas awan", karena di Lolai pengunjung bisa melihat awan yang indah dan bisa melihat langsung sunrise matahari terbit di pagi hari.
Sebuah tempat di Sulawesi Selatan yang cocok bagi anda pencinta alam.
Seni dan Budaya, Adat Toraja, Hiburan, Cara dan Gaya, Berita, serta Tulisan dan Kegiatan Penulis.
Rabu, 01 Agustus 2018
Lolai Toraja Utara (Negeri diatas Awan)
Minggu, 15 Juli 2018
Bale Kandillo' (Tuing-Tuing Sulawesi)
Ini adalah salah satu makanan khasnya orang Sulawesi pada umumnya, jadi tidak heran ikan ini mempunyai banyak nama yang berbeda di beberapa daerah di Sulawesi. Dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai ikan terbang, dan memiliki nama latin parexocoetus brachypterus. Orang Sulawesi biasanya menamainya tuing-tuing, dan di Toraja dikenal dengan sebutan bale kandillo'.
Bale kandillo' ini adalah makanan khasnya suku Mandar di Sulawesi Barat, dan tersebar hingga ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Bale kandillo' ini adalah jenis ikan asin, proses pembuatan awal mulanya direndam ke dalam air garam lalu di keringkan lewat "pengasapan".
Bale kandillo' ini sudah cukup populer di Toraja sejak dari jaman penjajah Belanda. Dimana sebelum masyarakat Toraja mengenal mata uang, telah terjadinya sistem tukar dagang antara suku daratan tinggi (Toraja) dengan suku daratan rendah (Bugis) pada jaman dulu. Masyarakat Toraja yang masyoritas petani membawa sayur-sayuran dan buah-buhan, sementara masyarakat Bugis yang masyoritas sebagai nelayan membawa ikan-ikan dan kue-kue tradisional. Mereka saling tukar menukar di daerah-daerah perbatasan, dan yang paling digemari oleh masyarakat Toraja adalah bale kandillo', karena ikan tersebut bisa bertahan lama dan bisa disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama.
Bale kandillo' cukup populer di Toraja, ikan ini di letakkan diatas palandoan (Diatas dapur perapian) agar ikan ini tetap hangat dan kering terkena asap dari dapur perapian. Biasanya masyarakat Toraja membuatnya matang dengan ditunu (dibakar) atau digoreng, lalu siap dimakan dengan nasi panas. Aroma yang harum, dengan rasa yang sudah dibumbui garam, membuat bale kandillo' semakin enak ditengah-tengah iklim cuaca Toraja yang cenderung bersuhu dingin.
Hingga kini bale kandillo' masih tetap dikonsumsi oleh masyarakat Toraja walaupun jaman semakin berkembang dengan pilihan makanan yang beraneka macam, bale kandillo' masih tetap menjadi salah satu makanan yang populer di Toraja.
Tabe'.. Kurre Sumanga'..
Ma'toding (Budaya Toraja Memberikan Uang Kepada Penari)
Di Sulawesi Selatan tepatnya di Toraja ada sebuah tradisi setempat yang unik yaitu tradisi memberikan uang kepada penari yang disebut tradisi "Ma'toding". Tradisi ini mirip dengan budaya saweran/menyawer di Jawa, serupa tapi tidak sama karena tradisi ini berbeda dari daerah lain di Nusantara.
Ma'toding ini biasanya dilakukan oleh kerabat atau keluarga dari si penari seperti dalam acara syukuran rumah adat Tongkonan yang dikenal dengan istilah "Mangrara Banua". Ma'toding ini merupakan tradisi yang sudah diwariskan dari turun-temurun. Ma'toding dalam acara "Mangrara Banua" ini sedikit berbeda dengan ma'toding penari pa'gellu' di acara-acara biasa. Dimana ma'toding dalam acara mangrara banua uang todingannya lebih banyak, sementara ma'toding buat penari pa'gellu' uang dalam jumlah yang seiklasnya yang ma'toding dan uang itu menjadi milik penari pa'gellu'.
Tradisi ma'toding ini murni dari tradisi Toraja dalam ritual Rambu Tuka', salah satunya acara "MANGRARA BANUA TONGKONAN" (Syukuran\Pentahbisan rumah adat Toraja).
Tradisi ini masih tetap dilestarikan sampai saat ini, dan tradisi ini memang benar adanya bukan HOAX seperti yang diragukan oleh orang-orang yang tidak mengenal jelas adat & budaya Toraja. Tujuan dari ma'toding ini adalah bentuk"APRESIASI" keluarga maupun warga desa untuk ikut membantu keluarga yang mengadakan acara tersebut. Biasanya keluarga akan ma'toding dalam jumlah ratusan hingga jutaan rupiah kepada para penari (anak2, Ibu2, maupun nenek2) keluarga dari yang mengadakan acara tersebut. Biasanya juga mereka ma'toding dengan melihat penarinya. Penari yang paling dekat dalam hubungan keluarga mereka, itulah yang mereka toding.
Hasil dari uang todingan tersebut akan diambil kembali oleh keluarga penari namun ada juga yang diberikan, lalu digunakan untuk membantu keluarga yang mengadakan acara syukuran tersebut, guna meringankan biaya acara selama ritual diadakan. Uang tersebut bisa digunakan untuk membayar harga hewan yang dikorbankan seperti puluhan hingga ratusanekor babi, belum lagi seperti Ayam, gula, kopi, dekorasi, dan lain-lainnya.
Tradisi ma'toding besar-besaran seperti ini memang sangat jarang ditemui, walaupun sampai saat ini kegiatan seperti ini masih ada. Dikarenakan jaman sudah modern, kebanyakan dari orang Toraja melaksanakan syukuran dengan kesederhanaan. Walapun tradisi ini terlihat berlebihan, namun beginilah budaya unik dari suku Toraja. Tradisi ma'toding ini sudah ada sejak masyarakat Toraja mulai mengenal mata uang. Biasanya jenis uang yang digunakan dari uang kertas bukan uang koin.
Ini adalah salah satu kekayaan budaya Toraja yang masih bertahan hingga kini. Terima kasih, Tabe'..
Jumat, 13 Juli 2018
Ma'tinggoro (Tradisi Tata Cara Toraja Menyembeli Kerbau)
Ma'tinggoro tedong dalam bahasa Indonesia berarti "Menyembelih kerbau", kegiatan ini adalah salah satu dari rangkaian adat upacara kematian (Rambu Solo') di Toraja. Namun yang tidak biasanya ketika menyembelih hewan korban, yaitu tata cara orang Toraja berbeda dengan cara dari daerah lain.
Biasanya kerbau di tambatkan pada sebuah batu yang diberi nama " Simbuang Batu", tapi ada juga kerbau yang tidak ditambatkan atau tidak diikat kakinya sama sekali. Kerbau lalu dijinakkan, ketika kerbau sudah dalam keadaan tenang, si penyembelih akan menebas langsung ke leher kerbaunya dengan menggukan La'bo' (Parang/Golok) Toraja yang sangat tajam.
Dalam beberapa kesempatan, terkadang seorang penyembelih berhasil hanya dengan sekali tebas kerbaunya langsung jatuh dan mati, namun ada juga penyembelih yang kurang mulus melakukan cara ini, karena menebas leher kerbaunya lebih dari sekali tebasan.
Hewan kerbau akan disembelih dalam upacara kematian, karena menurut kepercayaan Aluk Todolo (Aturan Leluhur), kerbau adalah sebagai "kenderaan yang akan digunakan oleh arwah almarhum/ah untuk bisa sampai ke Puya (surga).
Jadi ketika anda berkunjung ke Toraja dan melihat langsung upacara adat Rambu Solo', maka anda tidak akan terkejut melihat orang Toraja menyembelih kerbaunya dengan cara seperti ini. Karena anda telah memahami adat dan tradisi Toraja.
PRO & KONTRA
Dilihat dari tata caranya, memang banyak kontroversi dari masyarakat luar Toraja yang menolak cara seperti ini (termasuk komunitas pencinta hewan), namun bagi orang Toraja cara ini adalah cara turun termurun yang tidak bisa dirubah.
Pendapat atau Keyakinan setiap orang memang berbeda-beda, yang jelas semua akan damai jika kita saling menghormati perbedaan tersebut. Setuju maupun tidak setuju dengan cara seperti ini, adat & tradisi Toraja mempunyai maksud dan tujuan tertentu.
SALAM BUDAYA..
KURRE SUMANGA'
tabe'..
Rabu, 11 Juli 2018
D'B3 Voice Unhas Mendapatkan Mendali Emas Pada Ajang Penabur International Choir Festival 2017
D'B3 Voice Unhas mendapatkan mendali emas untuk kategori Folklore pada ajang Penabur International Festival 2017 yang diadakan di Sekolah Penabur Kelapa Gading, Jakarta, pada tanggal 5 - 9 September 2017.
Dengan memakai pakaian tradisional adat Toraja dan membawakan dua lagu daerah Toraja sekaligus, D'B3 Voice Unhas tampil begitu memukau para juri.
Lagu-lagu daerah Toraja dan budaya Toraja sering sekali ditampilkan dalam lomba baik itu tingkat nasional maupun tingkat internasional. Terbukti seringnya mendapatkan prestasi yang membanggakan bagi Sulawesi Selatan (SulSel).
Melihat prestasi ini seharusnya Toraja lebih sangat berbangga karena memiliki keunikan tersendiri dalam budaya lokalnya, yang begitu sangat mencuri perhatian bagi orang luar.
Kurre Sumanga'..
Selasa, 10 Juli 2018
Ma'nene' (Tradisi Toraja menggantikan pakaian pada mayat leluhur)
Toraja sudah terkenal dengan budayanya yang unik yaitu Rambu Tuka' (Ritual Sukacita) dan Rambu Solo' (Ritual Kematian). Selain itu ada juga keunikan lainnya yang hanya di lakukan di daerah tertentu di Toraja, yakni adanya upacara adat iaitu menggantikan pakaian mayat para leluhur.
Ritual ini di kenal dengan sebutan; Ma'nene'. Di bilang unik dan khas, mengingat ritual ma'nene' biasanya di lakukan oleh warga Kecamatan Baruppu', Pangala' dan sekitarnya, di Kabupaten Toraja Utara.
Ritual ini di lakukan setiap tahunnya dan ada juga yang hanya ma'nene' 3 tahun sekali. Upacara ma'nene' hanya di laksanakan setelah musim panen selesai, yakni jatuh pada bulan Agustus sampai September.
KEPERCAYAAN
Dalam kepercayaan masyarakat Baruppu', ritual ma'nene' ini adalah sebagai wujud rasa sayang, rasa hormat, dan rasa berterima kasih kepada pada leluhur lewat tindakan nyata. Di mana mereka percaya bahwa arwah para leluhur di Puya (surga) akan melihat setiap perbuatan anak cucunya di dunia yang fana ini. Arwah-arwah leluhur yang ada di Puya akan "MENDOAKAN" anak cucunya kepada Puang Matua (Tuhan), di karenakan para arwah telah menjadi suci lewat ritual kematian (rambu solo') yang arwah telah lalui, dan hanya doa-doa dari arwah leluhur yang bisa langsung kepada Puang Matua. Doa para anak cucu yang masih hidup di dunia yang fana ini tidak bisa sampai kepada Puang Matua, karena manusia dunia masih berdosa dan belum melewati penyucian ("kematian\rambu solo').
Dengan melakukan ritual ini anak cucu "percaya" akan mendapatkan kesejahteraan, kesehatan, rejeki, dan tentunya usaha akan berhasil, baik itu bercucuk tanam di kampung, maupun bagi anak cucu yang merantau.
SEJARAH
Awal mulanya sejarah Ma'nene' ini bermula dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumase', ratusan tahun yang lampau (sebelum Toraja mengenal agama Nasrani/Islam).Ketika dirinya sedang berburu hingga memasuki kawasan hutan lindung. Di tengah perjalanannya, ia menemukan mayat hanya tinggal tulang belulang yang tergeletak di tengah jalan hutan dalam kondisi mengenaskan. Pong Rumase' pun sangat tergugah dan berempati lalu membungkus tulang-tulang mayat tersebut dengan pakaiannya sendiri, lalu meletakkan mayat itu di tempat yang lebih layak dan melanjutkan pemburuannya. Namun ada yang aneh, semenjak kejadian itu, setiap kali Pong Rumase' mengincar binatang buruan selalu dengan mudah mendapatkan buruannya, termasuk buah-buahan dalam hutan. Kejadian aneh pun kembali terulang ketika Pong Rumase' pulang menuju rumahnya. Ladang tanaman yang ia tinggalkan, tiba-tiba panen lebih cepat dengan hasil yang melimpah. Akhirnya Pong Rumase' berkesimpulan bahwa mayat (jasad) orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan.
Itulah salah satu tradisi yang berasal dari Toraja, dan hingga kini masih tetap di lakukan oleh masyarakat setempat.
Kurre Sumanga'..
Minggu, 08 Juli 2018
Pekembangan Budaya Pemakaian Aksesoris Penari Toraja (Jaman Old - Jaman Now)
Perkembangan budaya pemakaian aksesoris (hiasan) penari (Pa'gellu') Toraja dari jaman dulu hingga jaman sekarang sering menjadi "suatu tema" yang di perdebatkan di antara sesama orang Toraja yang masih kurang mengerti adanya sedikit perubahan di karenakan oleh perkembangan jaman yang semakin modern.
Sebelum kita membahas mengenai hal ini mari kita cari tau dulu pengertian-pengertian tentang Budaya, Klasik, Kreasi, Inovasi dan Perkembangan Jaman.
BUDAYA = Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang lalu di wariskan dari generasi ke generasi.
KLASIK = Klasik secara harafiah berarti; berasal dari masa lampau, tetapi tidak kolot atau ketinggalan jaman. Kata ini juga memiliki konotasi agung, adiluhung dan serbah tinggi. Klasik membutuhkan waktu yang lama untuk di akui sebagai sesuatu yang klasik. Klasik sendiri adalah sesuatu yang tidak pernah mati atau tenggelam, klasik selalu di kenal karena muncul dari dulu dan di akui sampai turun-temurun.
KREASI = Hasil daya cipta; hasil daya khayal (penyair, komponis, pelukis, penari, dll) Kreasi adalah buah pikiran atau kecerdasan akal manusia.
INOVASI = Inovasi merupakan setiap ide ataupun gagasan baru yang belum pernah ada ataupun di terbitkan sebelumnya. Sebuah inovasi biasa berisi terobosan-terobosan baru mengenai sebuah hal yang di teliti oleh sang inovator (orang yang membuat inovasi).Inovasi biasanya sengaja di buat oleh sang inovator melalui berbagai macam akal ataupun penelitian yang terencana.
PERKEMBANGAN JAMAN = Perkembangan jaman merupakan suatu evolusi dan sesuatu perubahan yang di alami masyarakat baik dari kebudayaan, teknologi, pengetahuan dan adab.
Jika kita mengamati sejarah dan melihat bagaimana leluhur kita menggunakan pemakaian aksesoris ini kita makin mengerti kenapa, bagaimana, kok bisa, ada sedikit perubahan cara memakai aksesoris jaman dulu di bandingkan sekarang. Beberapa waktu yang lalu saya menerima kritikan dari seseorang yang mengirimkan pesan kepada saya, mengatakan bahwa; "budaya memakai topi bagi penari itu bukan budaya Toraja, tapi yang aslinya memakai Pasa'pi' ". Saya hanya diam tidak menjawab, padahal jika kita melihat kembali sejarah,"budaya memakai Pasa'pi' juga bukanlah budaya asli pada awal mulanya, karena budaya aslinya adalah penari memakai buah berwarna kuning (buah kayu Karoya), yang di anyam dan di jadikan hiasan kepala dan di jadikan rante (kalung). Budaya memakai Pasa'pi' muncul ketika adanya kreasi baru dan tetap bertahan hingga kini. Melihat aksesoris yang di gunakan pada awal mulanya sebelum munculnya kreasi anyaman manik-manik seperti Kandaure', tahun 30-an hingga tahun 80-an, para leluhur kita menggunakan buah kayu Karoya yang bentuknya seperti bulatan telur, ukurannya sebesar ibu jari kaki dan berwarna kuning. Karena warnanya yang cantik dan kepercayaan leluhur kita bahwa warna kuning adalah kehidupan dan berhubungan dengan rambu tuka', maka di pilihlah buah Karoya sebagai hiasan kepala dan di jadikan juga sebagai kalung. Pada bagian leher ada kalung Rara' yang terbuat dari bambu kecil, bagian leher yang di ikatkan adalah biji-bijian tumbuhan kecil biasanya orang Baruppu' menyebutnya; "biji-bijian Sirope". Tumbuhan Sirope tersebut biasanya tumbuh di pinggir sungai, biji Sirope inilah yang di rangkai panjang seperti Kandaure' yang kemudian di ikat di leher penari. Lalu pada bagian pinggul penari sewaktu itu belum ada Ambero, jadi daun muda Indu' (daun muda pohon Serambi) yang di ikat pada bagian pinggul penari, sehingga daun muda Indu' itu di biarkan jatuh turun menutupi sarung penari. Dan tidak ketinggalan yaitu Gayang (keris) di pinggang bagian depan penari, Gayang yang di gunakan biasanya lebih dari satu Gayang, terkadang seorang penari memiliki Gayangnya dua hingga tiga Gayang.
Namun pada tahun sekitar 70-an hingga sekarang aksesoris penari mulai berubah yang dominan terbuat dari manik-manik plastik (manik pasir). Setelah orang Toraja mengenal anyaman manik-manik Kandaure', aksesoris bagian kepala penari pun di kreasikan menjadi Pasa'pi'. Bagian dada di pakaikan manik anyaman Kandaure', bagian pinggul juga di pakaikan manik-manik yang kita kenal dengan sebutan Ambero, begitu juga dengan kalung Rara' terbuat dari plastik, kayu, maupun besi. Hingga kini aksesoris ini tetap di gunakan sebagai aksesoris resmi dalam pakaian adat Toraja.
Lalu masuk pada tahun 2000-an aksesoris penari pun sedikit mengalami perubahan yaitu kebanyakan aksesoris kepala penari memakai topi etnik Toraja,Sa'pi' tetap di gunakan dengan cara di ikat pada bagian topi etnik. Hingga masuk pada jaman sekarang (jaman now/kekinian) beragam macam bentuk topi etnik yang di gunakan penari Toraja, kemampuan kreatifitas anak-anak Toraja yang melahirkan inovasi baru model aksesoris penari Toraja namun tetap mempertahankan ciri khas Toraja seperti memakai manik-manik, dan bulu manuk birang (bulu ayam betina) yang berwarna coklat dan putih. Budaya memakai topi etnik ini terinspirasi dari budaya tari Ma'katia', dimana aksesoris yang di gunakan oleh penari Ma'katia' memakai topi etnik. Namun ada juga yang mengatakan bahwa budaya memakai topi etnik ini terpengaruh dari budaya penari Mamasa yang biasanya menggunakan topi etnik. Namun budaya memakai topi etnik ini sering di anggap oleh sebagian orang yang belum mengerti tentang "kreasi" sebagai"bukan budaya asli Toraja, budaya mengada-ada, dll". Hal ini terkadang menjadi perdebatan diantara orang Toraja yang setuju dan yang kurang setuju.
Bagi saya secara pribadi tidak masalah dengan budaya baru penari Toraja memakai topi etnik. Budaya baru tetap harus di kembangkan sebagai inovasi baru , namun budaya lama juga harus tetap kita lestarikan tidak boleh di tinggalkan. Bagi saya tidak perlu pusing atau ribut-ribut berdebat dengan sesama mengenai hal ini. Sebenarnya jika kita bijaksana tinggal atur saja pemakaian aksesoris ini sesuai dengan fungsinya. Jika penari Toraja membawakan tari Pa'gellu' tua, maka harusnya aksesorisnya mengikuti sesuai jamannya. Jika penari Toraja menampilkan tari kreasi, aksesorisnya pakailah yang terbaru. Tinggal dari kita saja yang bijaksana bisa menempatkan aksesoris mana yang cocok dengan apa yang akan di bawakan oleh penari.
Daripada kita ribut-ribut mengenai hal ini, lebih baik kita membahas banyak hal-hal lagi yang lebih kritis contohnya seperti;
1. PEREMPUAN MEMAKAI SIMBOL TANDUK.
2. LELAKI MEMAKAI AMBERO.
3. PENARI LELAKI MENAIKI GENDANG.
4. SUDAHKAH RAGAM BUDAYA KITA"DIPATENKAN" DI KEMENTERIAN HAK CIPTA, AGAR TIDAK DIKLAIM OLEH SUKU LAIN ?
Salam budaya.. Tabe' solanasang..Kurre' Sumanga'...
Jumat, 06 Juli 2018
Passilliran (Pemakaman Bayi Toraja)
Suku Toraja di Sulawesi Selatan memiliki keunikan tersendiri dalam upacara pemakaman. Jenazah orang dewasa biasanya di makamkan di tebing batu, di dalam gua batu, dan patane (bangunan tertutup)
Lantas bagaimana dengan bayi-bayi yang meninggal?
Bayi-bayi yang meninggal di makamkan di dalam pohon tarra' (kluwih), orang Toraja menyebut pemakaman bayi dengat sebutan Passilliran. Syarat dari passilliran hanya untuk bayi-bayi berusia 6 bulan ke bawah, belum tumbuh gigi, belum bisa berjalan, dan masih menyusui.
Pohon tarra' sengaja dipilih sebagai tempat untuk menguburkan bayi karena memiliki banyak getah, yang dianggap sebagai pengganti air susu ibu (ASI).
Dengan memakamkan bayi ke dalam pohon, orang Toraja percaya bahwa bayi tersebut kembali ke dalam rahim ibunya. Bayi dengan kondisi seperti itulah yang dianggap masih suci, sehingga tidak boleh menyentuh tanah maupun batu, spirit pohon menjaga bayi-bayi itu.
Selain pohon tarra', ada juga pohon jenis lainnya yang biasa digunakan di Toraja. Yaitu pohon sipate dan pohon lamba'. Passilliran di objek wisata Kambira' menggunakan jenis pohon tarra'.
Pohon ini di lubangi dengan diameter seukuran bayi, kemudian jenazah bayi diletakkan dalam lubang pohon tanpa sibungkus, selanjutnya lubang ditutupi dengan ijuk.
Tradisi passilliran hanya dilakukan oleh masyarakat Toraja yang menganut kepercayaan Aluk Todolo (Aturan Leluhur)
Seiring berkembangnya jaman, masyarakat Toraja beralih kepercayaan pada agama Nasrani dan Islam, tradisi passilliran pun mulai ditinggalkan. Menurut sejarah tradisi ini terakhir digunakan sekitar tahun 1950.
Tradisi passilliran sering diadakan pada jaman dulu, di karenakan tingginya tingkat kematian pada bayi di Toraja. Proses kelahiran yang hanya dibantu oleh bidan setempat dan sulitnya berobat ketika para bayi mengalami sakit penyakit. Membuat kasus kematian pada ibu dan bayi sering terjadi di Toraja pada jaman dulu.
ADA BEBERAPA ATURAN DAN TANDA DARI TRADISI PASSILLIRAN
* Pada saat pemakaman, ayah maupun kakek dari si bayi yang seharusnya mengangkat jenazah bayi dari rumah menuju makam pohonnya. Ayah maupun kakek dari si bayi tidak boleh memakai pakaian, agar masyarakat lebih mudah mengenal siapa keluarga terdekat dari si bayi.
* Lubang bayi tidak boleh menghadap ke arah depan rumah orangtuanya, agar si bayi melupakan keluarganya dan tidak sering muncul dalam mimpi keluarganya.
* Biasanya ada 4 kayu yang tertanam pada bagian depannya, berarti makam itu dari bayi masyarakat menengah ke bawah. Namun ada juga yang memiliki 6 kayu yang tertanam di depannya, berarti makam tersebut dari bayi kelas bangsawan. Lalu ada juga yang memiliki 9 kayu yang tertanam di depannya, berarti itu adalah makam bayi kembar.
* Hewan yang dikorbankan seperti babi, haruslah hewan yang berasal dari keluarga bayi itu sendiri, tidak boleh mengambil atau membeli babi dari orang lain. Hewan babi harus dikorbankan di area sekitar makam pohon, di masak dan di makan bersama-sama.
Di Toraja ada beberapa tempat makam bayi, namun tempat yang paling populer adalah wisata Kambira'. Kuburan bayi Kambira' terletak 9 Km dari kota Makale ibukota Kabupaten Tana Toraja.
Kurre Sumanga'..
Sabtu, 26 Mei 2018
Tarian Kreasi Toraja Juara ke 3 (Pagelaran Seni Budaya Kota Tarakan)
Tarian Kreasi Toraja meraih juara ke 3 pada acara Pagelaran Seni Budaya Kota Tarakan, yang diadakan oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) di Taman Berlabuh, Sabtu 21 April 2018.
Sebanyak 17 peserta/kelompok yang mengikuti acara tersebut.
Tarian kreasi Toraja yang dibawakan oleh anak-anak dari IKAT (Ikatan Keluarga Toraja) Kota Tarakan, terinspirasi dari tarian klasik Pa'gellu' namun ragam geraknya telah dikreasikan guna menambah nilai seni didalamnya serta mampu diterima oleh masyarakat luas. Gerakan lengan tangan yang mengikuti bunyi hentakan musik gendang, dengan kaki melangkah dan berjinjit halus dan lembut.
Design topi etnik dikepala penari mengikuti model Alang yaitu "lumbung padi", karya Ronald Ta'dung.
Merupakan sebuah prestasi yang membanggakan bagi masyarakat Toraja di perantauan khususnya Kota Tarakan, Kalimantan Utara. Untuk tetap melestarikan seni budaya tari Toraja kepada anak-anak muda.
Kurre Sumanga', Terima kasih.
Senin, 30 April 2018
Acara Perpisahan SMKN 03 Tarakan dimeriahkan oleh Tari Pa'gellu' oleh murid.
Acara perpisahan SMKN 03 Kota Tarakan, Kalimantan Utara yang diadakan pada Senin 30 April 2018, dimeriahkan oleh Tari Pa'gellu' yang dibawakan oleh para murid keturunan Toraja.
Dengan menggunakan pakaian khas adat Suku Toraja, yaitu Bayu Kandaure' para murid tampil dengan sangat etnik.
Bahan kain dari baju dan sarung yang dipakai oleh para murid adalah kain tenun khas Toraja, dengan manik-manik khas Toraja yang menjadi ciri khas Suku Toraja. Tidak hanya itu para murid juga memakai Pasa'pi' (Topi/Ikat kepala) yang sangat etnik design dari Ronald Ta'dung.
Tari Pa'gellu' dibawakan dengan kreasi, dengan jumlah penari berjumlah 6 orang murid dan 3 orang penabuh gendang. Dalam acara perpisahan yang meriah itu, ditampilkan juga tari-tarian daerah lainnya, seperti tarian adat Jepen dari Suku Tidung, dll.
Rabu, 28 Februari 2018
Gantungan Kunci Toraja
Toraja adalah salah satu suku tertua yang ada di Indonesia. Kekayaan budaya dan tradisi dari suku Toraja begitu unik dan masih terus dilestarikan hingga kini.
Dari beberapa budaya Toraja yang unik, ada satu yang menjadi ciri khas dari suku Toraja iaitu budaya memakai manik-manik hehe..
Manik-manik ini biasa digunakan untuk perlengkapan adat, bisa untuk di jadikan sebagai hiasan dekorasi, maupun di jadikan sebagai asesoris dalam pakaian adat Toraja.
Biasanya manik-manik di jadikan sebagai kalung, gelang, anting, maupun sebagai kandaure' (hiasan pakaian adat)
Na, dijaman yang modern ini pun kita bisa tetap ikut melestarikan budaya pemakaian manik-manik Toraja. Bisa memakai kalung, gelang, anting, dan lain-lainya yang terbuat dari manik-manik Toraja.
Salah satu yang paling umum digunakan untuk semua kalangan baik itu anak-anak maupun orang dewasa adalah hiasan gantungan kunci.
Karena saya tinggal di perantauan, jadi saya membuat gantungan kunci etnik Toraja secara otodidak. Walaupun masih kurang rapi tapi ya saya senang bisa berkreasi dan terus belajar untuk mengembangkan kerajinan tangan ini.
Ya semoga saja ada orang-orang yang sudi memakai karya saya ini hehe.. Modern tapi tetap tradisional..
Kurre sumangnga.. :)
Tabe'...